Kamis, 18 April 2013

The 5.th Book - New Published


Judul          : Goodness Is More Than Gold
Penulis       : Apriyanti Larenta
Penerbit     :  Quanta-PT.Elex Media Komputindo
ISBN         :  9786020208909
Harga         :  Rp. 47.800
Jlh. Hal      :  253

Sinopsis     : 
Banyak manusia meyakini betapa gemerlap emas dan kemewahan akan menawarkan kemudahan hidup nan indah sarat gelak tawa. Harta membuat hidup tanpa kecemasan. Percaya, bahwa dengan milyaran uang hati takkan pernah bersedih, hingga jiwa mampu tegar saat menghadapi masalah hidup. Akan tetapi, betapa menyesatkannya anggapan demikian. Karena memang bukan emas dan harta berlimpah yang membuat kita kaya dan bahagia. Namun, kebaikan yang mengendap di jiwa dan yang dialirkan keluar sebanyak-banyaknya, itulah kekayaan sejati. Bahkan emas seberat bumi dan tumpukan uang setinggi langit tak berharga dibanding kebaikan. Ya! Goodness Is More Than Gold! Karena kebaikan nilainya jauh melebihi emas sejagad. Tak percaya?

Bacalah buku ini agar nurani Anda tersapa dan terinspirasi untuk memercayainya. Agar mampu mengerti secara hakiki tentang arti kebaikan, lalu berupaya mengamalkannya. Demi meraih kebahagiaan hidup kini dan nanti, di dunia dan akherat. Tentu, sebelum datang penyesalan seumur hidup di sisa umur karena harta...!                      

Catatan: 
Sayangnya di buku ini terjadi kesalahan, di mana Ucapan Terimakasih & Kata Pengantarnya tidak ada. Alias tidak terdapat di dalam buku.
Dan saya, penulis, merasa kurang afdhal, jika pembaca tidak membaca Kata Pengantar buku ini. Karena itu, saya melampirkannya di sini :-))))



      
Bismillahhiraahmanirrahiim  
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah ke haribaan Rasullullah shallallahu alaihi wassalam, kerabatnya, serta para sahabatnya.

Pembaca, emas adalah kecantikan bernilai tinggi sekaligus simbol kekayaan yang sering menjadi penyebab banyaknya manusia kehilangan segala kebaikan di dirinya. Pemicu: hasrat ingin menjadi kaya. Berlimpah harta. Hidup bermegah-megahan. Padahal, saat kehilangan kebaikan yang ada pada dirinya, saat itulah  manusia benar-benar jatuh miskin dan kehilangan kekayaan sejatinya. Karena kebaikan yang bersemayam di jiwa manusia, itulah rezeki termulia sebenarnya. Kekayaan terbesar dari-Nya yang nilainya melebihi jumlah emas murni sejagad. 
Kita manusia hanya perlu membuka matahati, agar lebih memahami serta meyakini bahwa kebaikan nilainya benar-benar melebihi  emas. Goodnes Is More Than Gold! Karena kebaikan, kemilau cahayanya berjarak panjang hingga menembus langit dan bumi-Nya: menyinari liang lahat, dan sinarnya mampu melayangkan manusia ke surga-Nya. Sedang kemilau emas? Kemilau pesonanya hanya sebatas menjangkau ruang di mana si pemakainya berada. So, Goodnes is More Than Gold!

Jelas, kebaikan bernilai dahsyat tinggi dan bukan tandingan emas! Apalah arti sebongkah emas, dibanding kebaikan yang ada di diri? Nothing! Karena jika sebatas emas murni yang dimiliki, jangankan hanya sebongkah, bahkan hingga beratnya seberat bumi dan tumpukannya setinggi langit, tetap takkan sanggup membawa kita pada kasih-sayang dan Surga-NYA.

 “Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan pula anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada kami sedikit pun. Tetapi orang-orang yang beriman, yang
mengerjakan amal shalih”
(QS. Saba’ : 37)

Berdasar ayat Allah itu, jelas sekali bukan harta yang merapatkan kita kepada-Nya. Melainkan amal shalih/kebaikan.

Ya! Kebaikan yang dilakukan berdasar keimanan kepada Allah SWT. adalah sumber kebahagiaan sekaligus landasan terpenting untuk mencapai ‘kesuksesan’ hidup di dua alam. Di dunia dan Akherat. Kenyataan yang menjadikan kebaikan sebagai harta yang tak ternilai bagi  pemiliknya. Namun kenyataannya, di mana kini manusia berkembang menjadi mahluk super hedonis, pemuja kemewahan, menyebabkan banyak manusia lebih mengupayakan emas murni/kekayaan daripada mengupayakan kebaikan. Harta mati-matian diburu, sedang kebaikan dilupakan.

Hasrat memiliki hal yang serba mewah dan fokus pada kesenangan duniawi telah memperdaya akal pikiran manusia. Memusnahkan banyak kebaikan di diri manusia. Terbukti banyak manusia yang dengan sadar menanggalkan kebaikan di dirinya. Sengaja melupakan arti dan makna kebaikan. Menghilangkan iman yang dianggap belenggu untuk bebas berbuat,  dengan tak ragu menentang segala aturan-Nya. Hingga ujungnya justru mencelakai diri sendiri. Jelas, banyak yang celaka karena melepaskan kebaikan sebab harta.

Lihat saja contoh memilukan drama politikus di negeri ini. Banyak yang sebelumnya adalah orang-orang super terhormat, namun karena gila harta, sudah kaya raya tetap  melakukan korupsi. Karena harta, perbuatan mereka sampai melampaui batas: Mencuri uang rakyat yang kelaparan! Bayangkan! Namun apa yang didapat pada akhirnya? Semata kenistaan dan kehancuran pada akhirnya. Tercela, dan tak lagi terhormat. Mendekam di penjara. Menjadi, maaf, sampah masyarakat.

Dan buku Goodnes Is More Than Gold mencoba menggali, menganalisa dan menguraikan kebaikan-kebaikan dengan segala aspek, esensi, serta makna yang terkandung di dalamnya. Guna dapat menginspirasi pembaca, dan terutama saya pribadi tentang bagaimana memahami arti dan makna kebaikan. Serta makna kekayaan sejati yang patut dimiliki manusia, yaitu kebaikan. Sekaligus untuk  mampu meyakini dan memahami, bahwa GOODNES IS MORE THAN GOLD! Bahwa kebaikanlah yang terpenting dalam hidup, bukan harta. Oleh karenanya, jangan pernah menzalimi diri, menjadi miskin dengan menanggalkan kebaikan.

Lewat buku ini pula diharapkan bahwa pembaca, terutama saya pribadi untuk tidak lagi berpikiran sempit dengan menganggap bahwa rejeki adalah berbentuk uang semata. Tidak! Melainkan sifat-sifat baik yang ada di diri itulah rejeki sejati. Memang, sejujurnya harta penting, namun bukan yang terpenting. Jadi idealnya, bukan harta yang harus mati-matian diperluas, hingga melepaskan kebaikan, dan menjatuhkan diri pada kebinasaan. Tapi lebih meluaskan iman, ilmu, melapangkan dada, intinya meluaskan segala kebaikan dan berbuat kebaikan pada sesama sebagai bukti ketakwaan kepada-Nya.

Dan lewat buku ini diharapkan agar kita benar-benar dapat memahami bahwa berprilaku  terhadap sesama dengan ahlak mulia adalah bagian ketakwaan yang terpenting. Sebab hanya dengan kebaikan/ahlak mulia, ketakwaan dan keimanan kita kepada-Nya menjadi sempurna. Jadi, jangan sampai kita hanya khusyu pada pelaksanaan hak-hak Allah, seperti shalat, zikir, berpuasa, dan melakukan ibadah sunnah kepada-Nya, namun mengabaikan kebaikan pada sesama. Karena jika demikian maka tempat kembali kita adalah neraka. Bacalah hadist berikut.

 Abu Hurrairah radhiyallahu ‘anhu berkata, dikatakan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa salam, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulannah senantiasa melakukan shalat malam, berpuasa di siang hari, banyak beribadah dan sedekah, tetapi ia selalu menyakiti tetangganya dengan lisannya.’ Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘tidak ada  kebaikan 
pada dirinya, ia termasuk penghuni neraka.” 
(HR Bukhari)

Jadi jangan sampai shalat kita jalan, namun kerap memaki, mencaci, menggossip, memfitnah, zalim, takabur, sombong, menipu, dan sebagainya. Hingga tempat kembali kita tetap di neraka. Jangan selesai shalat, lalu berkeluh kesah dan menghujat seperti mungkin selama ini kita lakukan. Melainkan ke depannya mau berupaya memadukan antara hak-hak Allah dan kebaikan pada sesama. Hingga kita, saya terutama semangat menggali, mengupayakan kebaikan, dengan berkeras memperbaiki diri. Demi memiliki ahlak yang lebih baik.
 
Pada akhirnya, ribuan terimakasih penulis sampaikan kepada Anda, pembaca yang telah sudi meluangkan waktu membaca buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat. Dan kepada Allah jua penulis memohon, agar karya ini dapat benar-benar untuk mencari ridha-Nya. Sebagai amal kebajikan bagi penulis di akherat nanti. Dan kiranya Dia berkenan memberi ampunan kepada penulis atas kesalahan dan kekurangan yang ada.



Penulis               













Tidak ada komentar:

Posting Komentar